Kepatuhan Masyarakat Terhadap Himbauan Pemerintah dalam Menangani Penyebaran Virus COVID-19

  Karya Jurnalistik

    Sejak diumumkannya temuan kasus Virus Corona di Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020 kemudian terjadinya kenaikan jumlah pasien yang terpapar Virus Corona meningkat secara tajam bahkan hingga terjadi ribuan kasus Virus Corona sampai sekarang masih mempunyai peluang untuk terus bertambah. Meski telah berjalan selama hampir sembilan bulan ini pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum berakhir, bahkan di beberapa daerah terjadi peningkatan secara tajam hingga menjadi kawasan penularan tingkat tinggi atau disebut Zona Merah. Padahal pemerintah sudah memberikan himbauan kepada masyarakat sejak bulan Maret untuk menanggulangi terjadinya penyebaran Virus Corona diantaranya dengan himbauan mengurangi kegiatan di luar rumah, work from home, serta menjaga jarak sosial (social distancing) namun tetap belum efektiv dalam menangani penyebaran Kasus Corona. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya kepatuhan masyarakat dalam menjalankan himbauan serta menerapkan protokol kesehatan yang diberikan oleh pemerintah. Padahal, kepatuhan masyarakat dalam menjalani serta menerapkan himbauan pemerintah ini merupakan suatu hal yang sangat penting demi memutus mata rantai penyebaran Virus Corona. Dalam pembahasan kali ini kita akan mencoba untuk menganalisis penyebab kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap himbauan pemerintah ditinjau dari sudut pandang psikologi sosial kesehatan.


Penambahan kasus COVID-19 terjadi setiap harinya. Jubir Pemerintah untuk COVID-19 dr. Achmad Yurianto mengatakan penambahan kasus tersebut menunjukkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan belum optimal. Penambahan kasus hari per hari menggambarkan bahwa kepatuhan terhadap protokol kesehatan masih belum optimal dilaksanakan oleh masyarakat. Mengutip riset yang dilakukan R.K Webster dari Departemen Psikologi Universitas Sheffield, Inggris dan timnya, ada beberapa faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya kekarantinaan seperti PSBB. Webster dan tim melakukan kajian literatur terkait faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya karantina mandiri. Dijelaskan dalam laporan yang terbit di jurnal Public Health 2020, Webster menemukan 14 literatur terkait wabah flu, SARS, dan Ebola di negara-negara seperti Sierra Leone, Australia dan Kanada.

Setidaknya ada 9 faktor yang memengaruhi kepatuhan seseorang dalam upaya karantina, yaitu: 

1. Demografi dan mata pencarian Demografi dan mata pencarian bukan faktor yang secara konsisten mempengaruhi kepatuhan terhadap upaya karantina. Kepatuhan orangtua tampaknya meningkat jika sekolah diliburkan. Di lain pihak, terdapat literatur yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak bekerja atau berupah rendah lebih patuh terhadap upaya kekarantinaan. 

2. Pengetahuan tentang wabah dan aturan kekarantinaan Pengetahuan merupakan faktor yang secara konsiten mempengaruhi kepatuhan. Kepatuhan berasosiasi dengan pengetahuan tentang aturan karantina yang diberlakukan dan tentang wabah yang terjadi. Namun kredibilitas sumber informasi perlu menjadi perhatian.

3. Sosiokultural: norma, nilai, dan hukum Faktor sosiokultural juga kuat mempengaruhi kepatuhan. Tekanan sosial dapat menjadi faktor pendukung maupun penghalang kepatuhan. Nilai budaya dan kepatuhan terhadap hukum juga berhubungan dengan kepatuhan. Upaya karantina yang jelas memiliki konsekuensi hukum lebih dipatuhi daripada yang bersifat suka rela. 

4. Persepsi terhadap keuntungan mematuhi karantina Persepsi yang positif terhadap manfaat karantina meningkatkan kepatuhan. Dalam satu artikel, persepsi ini diperkuat dengan terlihatnya pengurangan kasus penyakit.

5. Persepsi terhadap risiko terdampak wabah Semakin seseorang merasa berisiko untuk terserang penyakit, semakin tinggi kepatuhan. Persepsi risiko bisa meningkat ketika ada anggota keluarga yang terkena. Persepsi risiko juga meningkat pada gelombang kedua wabah, mungkin karena telah terjadi peningkatan pengetahuan tentang penyakit dan aturan upaya kekarantinaan. 

6. Alasan praktis Ketakutan akan kehilangan mata pencarian menurunkan kepatuhan terhadap upaya karantina. Selain urusan-urusan emergensi, urusan keluarga (seperti keluarga yang sakit) juga mendorong orang melanggar upaya kekarantinaan. 

7. Kepercayaan terhadap sistem kesehatan Kepercayaan terhadap sistem kesehatan tampaknya tidak memengaruhi kepatuhan terhadap upaya karantina.

8. Lama karantina Durasi karantina dapat mempengaruhi kepatuhan. Dalam satu laporan, kepatuhan terhadap karantina menurun setelah melalui hari kelima. 

9. Kepercayaan terhadap pemerintah Laporan dari Senegal menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap karantina lebih tinggi pada mereka yang lebih mempercayai pemerintah.

"Berdasarkan telaah literatur tersebut, Webster dkk. Merekomendasikan hal-hal berikut untuk meningkatkan kepatuhan terhadap upaya kekarantinaan. Adapun rekomendasinya antara lain: 

1. Aturan kekarantinaan Informasi tentang aturan kekarantinaan seperti PSBB yang berlaku harus jelas dan konsisten, disampaikan oleh sumber yang kredibel dan dipercaya. 

2. Norma sosial diperkuat Norma sosial yang mendukung upaya kekarantinaan harus diperkuat. Misalnya dengan menguatkan pesan kepatuhan terhadap upaya kekarantinaan sebagai upaya kolektif dalam memerangi wabah. Sebaliknya, norma sosial yang dapat mengurangi kepatuhan harus cepat diidentifikasi dan dihentikan.

3. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari Pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang menjadi alasan praktis untuk melanggar aturan kekarantinaan. Pemenuhan kebutuhan harus dapat terjamin selama masa pemberlakuan upaya kekarantinaan seperti PSBB.

Ilmu psikologi sosial kesehatan menjelaskan bahwa ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sebagian besar terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap bahaya penyakit dan manfaat penanganan dan besarnya hambatan dalam akses kesehatan. masyarakat kurang memiliki pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19, seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak. Jika masyarakat memiliki persepsi yang baik terhadap kerentanan diri, bahaya penyakit, keuntungan dari upaya pencegahan yang dilakukan dan mendapat petunjuk bertindak serta minimalnya hambatan, maka self-efficacy dapat dibangun.Keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk dapat menjalankan protokol kesehatan dapat ditumbuhkan dengan cara melihat pencapaian kesehatan yang ia lakukan pada masa lalu; melihat keberhasilan orang lain (jika orang lain bisa, maka saya pun bisa); bersikap tegas dengan diri sendiri; dan menghilangkan sikap emosional dan menetapkan tujuan.


Penambahan kasus Virus Covid-19 menunjukkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan belum optimal. Penambahan kasus hari per hari menggambarkan bahwa kepatuhan terhadap protokol kesehatan masih belum optimal dilaksanakan oleh masyarakat. Webster dan tim melakukan kajian literatur terkait faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya karantina mandiri, yakni terdapat 9 faktor. Dan juha menjelaskan rekomendasi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap upaya kekarantinaan mandiri. Ilmu psikologi sosial kesehatan menjelaskan bahwa ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sebagian besar terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap bahaya penyakit dan manfaat penanganan dan besarnya hambatan dalam akses kesehatan.

Kepatuhan memang penting untuk diterapkan agar terhindar dari Virus Covid-19, tetapi mungkin bagi mayoritas masyarakat belum paham mengenai bahaya Virus Covid-19 dan cara menanganinya. Oleh karena itu banyak masyarakat yang mengabaikan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah terpaparnya Virus Covid-19. Dengan ini, kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa sebaiknya menjelaskan dengan sebaik-baiknya mengenai himbauan Pemerintah mengenai pencegahan Virus Covid-19 terhadap masyarakat yang kurang pemahaman tentang Virus Covid-19.

References

Ardiputra, S., Prawira, M. R., Tasbir, M., Permata, S. U., Listiawati, N., & Qadrini, L. (2020). Pembagian Masker dan Sosialisasi Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mendukung Pencegahan Penyebaran COVID-19 Pada Masyarakat Desa Pallis Kecamatan Balanipa. Community Development Journal, 395-400.

Sari, D. P., Sholihah, N., & Atiqoh. (2020). Hubungan Antara Pengetahuan Masyarakat Dengan Kepatuhan Penggunaan Masker Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit COVID-19. INFOKES, 2086-2628.

Sari, N. N., Yuliana, D., Hervidea, R., & Agata, A. (2020). Protokol Kesehatan COVID-19 : Sebagai Upaya Pencegahan COVID-19 di Area Kerja Pada Karyawan Perkantoran di Bandar Lampung. Jurnal Peduli Masyarakat.

Wiranti, Sriatmi, A., & Kusumastuti, W. (2020). Determinan Kepatuhan Masyarakat Kota Depok Terhadap Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dlam Pencegahan COVID-19. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 117-124.

Yanti, N. E., Nugraha, I. A., Wisnawa, G. A., Agustina, N. D., & Diantari, N. A. (2020). Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang COVID-19 dan Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Keperawatan Jiwa, 485-490.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISLAM DAN KEHIDUPAN SOSIAL

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ARTIKEL (DATA DIRI)