ISLAM DAN KEHIDUPAN SOSIAL
ISLAM DAN KEHIDUPAN SOSIAL
Dalam islam, perilaku sosial termasuk salah satu unsur kehidupan bermasyarakat. Manusia dalam segi bathiniyah memiliki naluri baik dan jahat, apabila tidak dituntun dengan fitrah maka akan menjadi naluri negatif.
Dalam surat Az- Zukhruf : 32 dijelaskan bahwa naluri manusia sebagai makhluk sosial yaitu :
“Kami telah menentukan di antara mereka keadaan hidup mereka di dunia ini, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka daripada sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka mengambil manfaat dari sebagian lain.” (Az- Zukhruf : 32)
Sejatinya daya tahan naluri manusia terhadap hal-hal negatif, ditentukan oleh tingkat kedekatan seorang hamba kepada Allah SWT. Seperti yang diterangkan bahwa hablumminallah dan hablumminannas adalah cerminan dari tauhid ibadah dan perilaku sosial yang akan membentuk karakter Islami.
Akan tetapi, perilaku sosial tersebut belumlah sempurna sebelum ada sentuhan tauhid dan ibadah serta nilai-nilai sosial Islam. Hal ini disebabkan karena manusia tidak hanya hidup di dunia saja, melainkan ada kehidupan selanjutnya yakni hidup dalam alam barzakh dan alam akhirat yang lebih kekal.
Di lain sisi, Rasulullah Saw telah banyak memberikan contoh dan teladan tentang perilaku sosial dalam masyarakat. Seperti ketika Rasulullah SAW berada dalam sebuah majelis berkumpul bersama para sahabat, ketika itu banyak sahabat yang datang, seperti Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Mereka berpakaian sederhana dengan kusut dan jubah bulu yang tradisional. Meskipun demikian, merekalah sahabat setia Rasulullah dalam memperjuangkan risalah dan dakwah Islam.
Dalam majelis itu juga hadir para bangsawan. Mereka melihat para sahabat dengan tatapan kurang nyaman karena akan duduk berdekatan dengan rakyat miskin yang tidak lain merupakan sahabat Rasulullah Saw.
Seraya berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, bisakah kami mendapatkan majelis khusus agar kami tidak bersama dengan rakyat miskin ini. Masyarakat Arab tahu dan mengenal kemuliaan kami. Kami sebagai bangsawan merasa malu apabila kami duduk dalam satu majelis dengan rakyat biasa.”
Salah seorang bangsawan ada yang mengatakan, “Bau Salman al-Farisi membuatku terganggu. Buatlah majelis khusus bagi kami para bangsawan. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak berkumpul bersama kami.”
Dari perkataan diatas sehingga turun Surat Al-An’am Ayat 52 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim.”
Rasulullah dengan tenang meminta sahabatnya untuk duduk lebih berdekatan lagi, merapat dengan lutut Rasulullah Saw. Beliau lalu memulai majelis dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” seakan menjawab permintaan para bangsawan Quraisy tadi.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Rasulullah SAW selanjutnya tetap duduk berdekatan baik dari golongan miskin maupun bangsawan tanpa membeda bedakan sedikit pun.
Rasulullah seringkali mengucapkan kalimat “Alhamdulillah.” Karena bersama umatnya lah hidup dan mati Rasulullah. Dan gembirakanlah kaum fakir muslim dengan cahaya pada hari kiamat. Mereka mendahului dan bersenang-senang di surga sementara orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya.
Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi Ayat 28, yang berbunyi :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Dari kisah di atas, Rasulullah Saw mengajarkan serta memberikan teladan kepada umat mengenai perilaku sosial yang harus ada dalam jiwa umat Islam. Tidak adanya perbedaaan antar golongan, maupun saling menjatuhkan dan saling mengunjing. Karena sesungguhnya Allah SWT tidak melihat rupa, harta dan derajat seseorang. Allah SWT akan melihat ke dalam hati umat manusia yang bertakwa, sebagaimana sabda Rosululloh saw dalam Shahih Muslim “ Innallah la yandzuru ila suwaarikum, wa amwaalikum, wa lakinnallah yandzuru ila qulubikum wa a’maalikum”
Di sinilah letak Islam sangat menjunjung tinggi perilaku sosial antar umat manusia. Perilaku yang bersifat merendahkan martabat manusia hanya untuk kepentingan sebelah pihak semata. Dan Islam mengajarkan tasamuh yang mana kita harus saling berbuat baik dan juga menghargai terutama dalam kehidupan sosial menurut islam. Itulah perwujudan dari hablumminannas.
Negara-negara muslim seyogyanya peka terhadap aspek perilaku sosial. Hendaknya pula menjadi negeri yang mencerminkan kepribadian serta perilaku sosial bermasyarakat yang baik antara sesama masyarakat dan umat manusia di berbagai negeri.
Hal itupun akan dapat terealisasi, ketika umat manusia kembali kepada ajaran Islam dalam hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan sesama manusia). Sehingga, dengan keridhaan Allah SWT akan terwujud baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur yaitu,keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia karena selalu dalam rahmat dan ampunan Allah SWT.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar